Seperti agustirus, anselmus tidak membedakan secara jelas
bidang teologi dan filsafat. Di dalam monologium, anselmus memperkembangkan
bukti adanya Allah dari tingkat tingkat kesempurnaan yang terdapat di dalam
ciptaan di dalam bab 1, ia menggunakan argument tentang kebaikan, dan di dalam
bab 2, argument mengenai keagungan. Sifat sifat itu terdapat di dalam macam
macam tingkat dari objek pengalaman, sehingga argument berkembang dari
pengamatan empiris, misalnya tingkat tingkat kebaikan makhluk. Makan proses ini
merupakan pembuktian aposteriori. Tetapi penilaian mengenai taraf taraf
kesempurnaa mengendaikan suatu norma kesempurnan. Kenyataan bahwa benda benda
ambil bagian secara objektif di dalam kebaikan menurut tingkat tingkat yang
berlainan menunjukan bahwa norma sendiri bersifat objektif, yang berarti bahwa
ada suatu kebaikan absolut di mana semuahal yang baik berpartisipasi.
Pembuktian yang berbau platonic ini disebut apostariori, yakni bahwa pembuktian
ini tidak bergerak dari ide mengenai kebaikan absolut menuju eksistensi
kebaikan absolut, melainkan dari tingkat tingkat kebaikan yang diamati secara
inderawi ke eksistensi kebaikan absolut,, dan dsri tingkat tingkat
kebijaksanaan empiris ke eksistensi kebijaksaan absolut. Kebaikan dan
kebijaksanaan absolut diidentikan dengan Allah. Prinsipnya: bila ada objek
memiliki kebaikan terbatas, mereka pasti memiliki kebaikan mereka dari kebaikan
absolut sendiri, yang baik dari dirinya sendiri dan bukan berasal dari yang
lalu.
Di dalam bab 3 dari monologium, anselmus menggunakan cara
pembuktian yang sama. Apapun yang ada, berada ata melalui suatu yang lain atau
melalu ketiadaan. Kemungkinan kedua hal adalah absurd. Maka semua yang berada
atay saling mengadakan atau melalui diri mereka sendiri atau melalui satu
penyebab keberadaan. Tetapi kemungkinan pertama tidak masuk akal. Maka
pilihannya atau ada macam-macam sebab yang tidak disebabkan atau satu sebab tak
tersebabkan. Sampai sini cukup sederhana; pembuktian melalui penyebaban. Tetapi
untuk melanjutkannya, anselmus memperkenalkan suatu unsur platonic, sewaktu ia
berpendapat bahwa bila ada macam macam pengada yang ada dari dirinya sendiri,
maka mereka harus ambil bagian di dalam pengada utama, yang dari dirinya
sendiri mengatasi dan lebih unggul dari yang lain.
Di dalam proslogium, anselmus memperkembangkan apa yang
disebut ‘bukti ontologis’, yang bergerak dari ide mengenai Allah ke pengalaman
mengenai Allah yang riil dan eksistensial: Allah adalah sesuatu yang terbesar,
sehingga sesuatu yang lebih besar daripadaNya tidak terbayangkan. Padahal
‘sesuatu yang terbesar, sehingga sesuatu yang lebih besar daripadaNya tidak
terbayangkan’ harus ada secara eksistensial di luar budi, tidak hanya sebagai
ide yang berada di dalam budi. Maka Allah ada, tidak hanya sebegai ide di dalam
pikiran, tetapi secara eksistensial di luar pikiran.
Pada masa hidup anselmus sendiri bukti dari proslogium
sangatlah kecil pengaruhnya. Tetapi di abad XIII bukti ini digunakan oleh St.
Boneventura, dengan lebih bernada psikologis daripada logis, sementara st.
Thomas menolaknya. Duns scotus menggunakannya sebagai pertolongan. Di jaman
modern bukti ontologis ini mempunyai karir yang istimewa. Descertas mengambil
dan menyesuaikan bukti ini, Leibniz mempergunakannya secara hati hati dan
bijaksana, sementara kant menyerangnya.
Pengaruh agustinus terhadap filsafat anselmus dapat
dirasakan antara lain di dalam teorinya mengenai kebenaran. Bila ia berbicara
mengenai kebenaran di dalam penilaian, ia mengikuti pandangan aristoteles;
penilaian atau prorporsi menyatakan apa yang sesungguhnya berada atau
menyangkal apa yang tidak ada; tetapi, setelah membicarakan kebenaran kehendak,
anselmus meneruskan berbicara mengenai kebenaran pengada atau essensi dan
menyatakan bahwa kebenaran barang barang terletak di dalam “menjadi apa menurut
seharusnya”, yakni di dalam perwujudan atau kesesuaian dengan ide ide mereka di
dalam Allah, sang kebenaranAgung dan norma segala kebenaran, anelmus mengikuti
jejak agustinus. Demikian pula sewaktu anselmus menyimpulkan keabadian dari
sebab kebenaran agung dan norma segala kebenaran, anselmus mengikuti jejak
agustinus. Allah adalah kebenaran abadi dan mandiri, yang menjadi sebab dari
kebenaran ontologis semua ciptaan. Kebenaran abadi adalah sebab semata mata dan
kebenaran penilaian adalah akibat semata mata, sedangkan kebenaran ontologis
ciptaan adalah sekaligus sebab dan akibat.
3. filsafat islam
Filsafat arab merupakan salah satu saluran utama bagi
diperkanalkannya filsafat aristoteles yang komplit kepada dunia barat. Tetapi
filsuf filsuf agung islam abad pertengahan, seperti Avicenna (Ibn Sina) dan
averoes (Ibn Rushd), tidak hanya meneruskan atau mengomentari, tetapi mereka
sendiri mengubah dan memperkembangkan filsafat aristoteles, kurang lebih
menurut semangat neo-platonis, dan beberapa di amtara mereka menafsirkan
aristoteles berkaitan dengan pokok pokok penting yang secara eksegatis benar
atau tidak, bertentangan dengan iman dan teologi Kristen. Aristoteles yang
diperkenalkan oleh averroes tentulah tidak sesuai dengan kebijasnaan atau
filsafat Kristen. Maka menimbulkan pertentangan denan tradisi Kristen yang
menganggap filsuf filsuf Kristen lainnya. Makan dapat dimengerti bahwa
perhatian terhadap filsuf filsuf Islam oleh mereka, khususnya St. Thomas yang
memandang filsafat tersebut tidak hanya sebagai suatu alat yang berharga untuk
mengekspresikan dialektik teologi Kristen di dalam system asitotelianm tetapi
juga memandangnya sebagai filsafat yang benar, haruslah melengkapi diri dengan
bukti bahwa aristotelianisme tidak harus melibatkan Interpretasi
yang diberikan olehorang-orang islam . mereka harus melepaskan diri dari
Averroes dan harus membedakan Aristotelianisme mereka dari Aristotelianisme
Averroes
A.
Alfarabi ( meninggal
±950)
Ia
termasukmasab Baghdad. Alfarabi memperkenalkan logika Aristoteles ke dunia
Islam, sedangkan ia membedakan departemen filsafat dari teologi, sehingga
filsafat dipisahkan dari teologi. Filsafat terdiri dari fisika – yang
didalamnyua termasuk antara lain psikologi dan epistimologi – metafisika serta
atika atau filsafat praktis. Skema teologinya meliputi bagian-bagian mengenai :
1.
Kemahakuasaan dan
keadilan Allah ;
2.
Kesatuan dan
sebutan-sebutan lain dari Allah ;
3. Ajaran
mengenai hukuman di hidup akhirat ;
4 & 5. Mengenai hak-hak individual
dan hubungan social dari orang islam
Alifarabi
menggunakan bukti-bukti Aristoteles di dalam membuktikan adanya Allah. Dengan
pengandaian bahwa benda-benda duniawi
digerakkan secara pasif. Suatu ide yang sesuai benar dengan teologi
Islam, maka mereka pasti menerima gerakandari suatu Penggerak Pertama, yaitu
Allah. Lagi, benda0benda duniawi bersifat kontingen, yang berarti tidak ada
secara niscaya ; esensi mereka tidak melibatkan eksistensi mereka, sebagaimana
nyata dari kenyataan bahwa mereka mulai berada dan lenyap dari peredaran. Maka
mereka secara niscaya menerima eksistensi mereka, dan suatu yang utama dengan
sendirinya merupakan suatu Yang Ada yang berada secara essensial, sebagai
keharusan, dan merupakan sebab dari keberadaan dari semua pengada kontingen.
Tetapi
sistem Alfarabi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh filsafat
neo-Platonis. Tema emanasi dipergunakan untuk memperlihatkan bagaimana dari
keallahan, atau Yang Satu, muncul Inteligens dan Jiwa Dunia, dari ide muncul
dunia, dari angkasa tinggi atau luar agkasa dalam (rendah). Menurut Alfarabi benda0benda berjasad
terbentuk dari materiadan forma. Inteligens manusia diterangi oleh inteligens
kosmis, yang merupakan intelek manusia yang aktif. Lebih lagi, penerangan
intelek manusia merupakan penjelasan bahwakonsep-konsep kita sesuai dengan
bendanya, karena ide-ide dalam Allah
sekaligus merupakan exemplar dari sumber konsep di dalam budi manusia dan dari
forma di dalam benda-benda.
Ajaran
illuminasi ini dihubungkan, tidak hanya dengan neo-Platonisme, tetapi juga
dengan mistik Timur. Alfarabi sediri erat hubungannya dengan Sekolah mistik sekte Sufi, dan filsafatnya
mempunyai orientasi keagamaan. Tugas tertinggi manusia adalah mengenal Allah dan, sebagaimana proses
keseluruhan dari semesta mengalir dari Allah, demikianlah manusia yang muncul
dari Allah di dalam prosesemanasi dan yang diterangi oleh Allah. Maka manusia
harus berusaha kembali dan menyerupai Allah.
B.
Avicenna ( Ibn Sina )
980 – 1037
Filsuf
terbesar dari grup Timur adalah Avicenna. Dia adalah pencipta sebenarnya dari
sistem Skolastik di dunia Islam. Karya agungnya adalah As-Sifa, dikenal sebagai
Sufficientiae, di abad Pertengahan, yang terdiri dari logika, fisika,
matematika, psikologi dan metafisika. Meskipun dia meminjam dari Aristoteles,
dan neo-Platonisme, dia memperlihatkan bentuknya sendiri yang membuat jelas
bahwa dia telah memikirkan masak-masak sitemnya sendiri.
Menurut
Avicenna konsep keniscayaan merupakan konsep utama, sebab menurut dia semua
yang ada harus ada. Namun ada dua jenis keniscayaan : objek tertentu di dunia
ini tidak niscaya dari dirinya sendiri, essensinya tidak melibatkan keniscayaan
akan keberadaannya, sebagaimana nyata bahwa benda itu mempunyai awal dan akhir
dari adanya. Namun benda itu pasti ada karena keberadaannya ditentukan oleh tindakan
niscaya oleh sebab dari luar. Benda itu disebabkan dan bersifat ‘relatif’,
tetapi tindakan dari penyebabnya ditentukan secara niscaya.
Maka
rantai penyebab tidak mungkin tidak terbatas, sebab seandainya tak terbatas
tidak ada alasan untuk keberadaan dari apa pun, tetapi pastilah ada penyebab
pertama yang tidak tersebabkan. Pengada tidak bersebab ini, yaitu Pengada
Mutlak, tidak mungkin menerima essensinya dari yang lain, dan tidak mungkin
keberadaannya merupakan bagian dari essensinya. Alasannya ialah bahwa susunan
dari bagian-bagian akan melibatkan sebuah sebab penyatu yang lain essensi dan
eksistensi pastilah identik di dalam Pengada mutlak.
Erat
dengan perbedaan antara yang mungkin dan yang mutlak adalah perbedaaan antara
potensialitas dan actus. Potensialitas, sebagaimana terdapat di dalam
Aristoteles, adalah prinsip dari perubahan kepada yang lain sebagai yang lain,
dan prinsip ini dapat ada di dalam pelaku (potensi aktif) atau di dalam
penderita (potensi pasif). Tambahan lagi ada tingkat potensu dan aktus, mulai
dari yang terendah, yaitu potensi murni (materia prima) dan yang tertinggi,
yaitu aktus murni (pengada mutlak). Dari sini Avicenna menunjukkan bahwa Allah
adalah Kebenaran, Kebaikan, Cinta dan Hidup.
Karena
Allah adalah Kebaikan Mutlak, ia secara niscaya cenderung membagikan
kebaikannya, menyinarkannya, dan ini berarti bahwa ia secara niscaya mencipta.
Karena Allah itu Pengada Mutlak, semua sebutan-Nya tentulah mutlak ; maka Ia
adalah Pencipta. Oleh karenanya, ciptaan juga harus ada dari semula, karena
kalau Allah secara niscaya harus menjadi Penciptadan Allah itu abadi, ciptaan
haruslah abadi.
Tambahan
lagi, kalau Alah menciptakan secara niscaya, berdasarkan kodrat-Nya, akibatnya
tidak ada pilihan bebeas di dalam penciptaan. Dengan kata lain, Allah tidak
dapat menciptakan lain atau menciptakan benda-benda lain dari pada yang
sungguh-sungguh Ia ciptakan. Tetapi Allah hanya dapat menghasilkan langsung
pengada seperti diri-Nya sendiri; tidak mungkinlahbahwa Ia menciptakan
benda-benda materiil secara langsung. Secara logis pengada pertama yang muncul
dari Allah adalah Inteligens pertama. Inteligens ini diciptakan dalam arti
bahwa ia muncul dari Allah: ia menerima keberadaanya, dan dengan demikian
mulailah dualitas. Antara yang satu dengan dirinya.
Sementara
di dalam Yang Satu tidak ada dualitas, di dalam Inteligens pertama ada dualitas
antara essensi dan eksistensi, sejauh eksistensi itu diterima, dan juga ada
dualitas pengetahuan, sejauh Inteligens pertama tahu bahwa Yang Satu atau Allah
itu mutlak, sedangkan dirinya ‘mungkin’. Avicenna menyimpulkan adanya 10
Inteligensantara kesatuan Allah dan bermacamnya ciptaan. Inteligens kesepulah
adalah “pemberi forma/bentuk”, yang diterima dari materia prima, potensialitas
murni, sehingga pelipatgandaan di dalam satu species mungkin. Inteligens yang
terpisah dapat berbeda satu sama lain hanya berdasarkan speciesnya, berkat
kedekatan atau kejauhan dari Yang Satu dan semakin kurang utuhnya di dalam
proses essensi.
Ide
Avicenna mengenai penciptaan secara niscaya dan penyangkaannya bahwa Yang Satu
mempunyai pengetahuan langsung akan bermacam-macam objek konkret bertentangan
dengan teologi Qur’an. Tetapi ia berusaha sedapat mungkin mendamaikan sistemnya
yang Aristotelism dan neo-Platonis dengan ajaran ortodox Islam. Misalnya, ia
tidak menyangkal kehidupan kekal jiwa manusia, sekalipun ajarannya tentang
keterpisahan intelek aktif. Dan ia menafsirkan secara intelektualitis: imbalan
berupa pengetahuan akan objek-objek yang melulu terselamai, hukuman adalah
peniadaan pengetahuan.
Ketika
bagian-bagian tulisan Avicenna diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di abad
keduabelas, dunia Kristen menemukan dirinya dihadapkan untuk pertama kalinya
dengan suatu sistem yang tersusun rapih,
yang tentu saja menarik perhatian.
C.
Avveroes ( Ibn Rushd ) 1126 -1198
Dia
menyusun komentar mengenai Aristoteles. Komentar-komentarnya dapat
dikelompokkan :
1.
Komentar tengah:
Averroes memberikan isi dari ajaran Aristoteles, sambil menambahkan penjelasan
dan memperkembangkannya sedemikian rupa, sehingga tidak selalu mudah untuk
membedakan mana yang berasal dari Aristoteles dan mana dirinya.
2.
Komentar yang lebih
besar: memberikan teks asli Aristotelesdan memberinya komentar.
3.
Komentar kecil;
memberikan kesimpulan dari penalaran Aristoteles dan menghilangkan
pembuktian-pembuktiannya dan sumber-sumber historis, de ngan tujuan mahasiswanya
tidak dapat menelusuri sumber-sumbernya atau komentar-komentar yang
lebih besar.
Jangkauan
metafisik meliputi bahan dari material murni sebagai batas terendah sampai
Aktus murni, yaitu Allah sebagai batas tertinggi, dab du abtara keduanya
terdapat objek-objek yang terbentuk dari potensi dan aktus. Materi prima, yang
sejajar dengan ketiadaan, sebagai potensi murni dan tanoa ketentuan, bukanlah
sifat aktus kreatif: maka harus seabdi dengan Allah. Allah menarik ata
memuncilkan forma dari benda benda materiil dari potensi material murni, dan
menciptakan 10 inteligens, yang secara ekstrinsik dihubungkan dengan
angkasa-angkasa, sehingga teori emanasi Avicenna dihindari dan pantheismo murni
dikesampingkan.
Tetapi ia tidak
menerima kehidupan kekal individual. Averros berpendapat bahwa intellectus
material (pasif) adalah substansi yang sama dengan intelektual agens (aktif),
dan keduanya tidak musnah dalam kematian, tetapi substansi ini merupakan suatu
inteligens tersendiri dan terpisah. Intelek pasif individual di dalam masing
masing manusia, berkat kegiatan intelek aktif, ‘menjadi intelek yang dicapai’,
yang dihisiap oleh intelek aktif sedemikian rupa, sehingga meski tidak terkna
kematian badan, kehidupan setelah kematiannya bukanlah eksistensi individual,
melainkan sebagai unsure di dalam intelligence umat manusia yang sifatnya umum.
Lebih menarik lagi
adalah ajaran Averroes mengenai hubungan filsafat dan teologi. Ia mencoba
mendamaikan keduanya dengan aa yang disebut teori kebenaran ganda. Suatu
keberadaan yang sama dapat dimengerti dengan jelas di dalam filsafat dan
dinyatakan secara kiasan di dalam teologi. Perumusan ilmiah dari kebenaran
tercapai hanya di dalam filsafat, sedangkan kebenaran yang sama dinyatakan di
dalam teologi denganc cara yang berbeda. Ajaran dengan kiasan dari Qur’an
menyatakam kebenaran dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang biasa, orang
yang tak terpelajar, sedangkan filsuf menelanjangi kulit allegoris dan mencapai
kebenaran aslinya. Yang dilakukan oleh Averroes adalah meletakan teologi di
bawah filsafat dan filsafat menilai teologi, sehingga filsuflah yang memutuskan
ajaran teologis mana yang perlu ditafsirkan secara allegoris dan dengan cara
bagaimana.
4. Filsafat Yahudi
A. Avicebron (Salomon Ibn Gabirol) 1021 – 1069/70
Karya utamanya
adalah Fons Vitas, yang aslinya berbahasa Arab (hilang). Karyanya ini terdiri
dari lima buku dan mempunyai pengaruh besar terhadap Skolastik Kristen.
Pengaruh neo – Platonism nyata di dalam skemanya yang bersifat emansionis.
Puncak dari hirarki pengada dan sumber dari segala pengada terbatas adalah
Allah yang satu dan tidak dapat difahami di dalam intuisi ekstase. Avucebron
menambahkan ajaran mengenai kehendak ilahi, yang olehnya semua oengada lebih
rendah diciptakan, atau dari mana mereka muncul. Kehendak ilahi, seperti halnya Allah sendiri,
mengatasi susunan material dan forma, dan dapat difahami hanya di dalam
pengalaman mistik. Tetapi hubungan Allah dan kehendak ilahi tidak mudah
ditentukan. Dari Allah, melalui kehendak ilahi (logos), entah Allah dari satu
aspek atau sebagai suatu hypostesis disting, munculah roh kosmis atau Jiwa
Dunia, yang lebih rendah dari Allah dan terdiri daru material dan forma, material
universals dan forma universalis. Dari Jiwa Dunia muncullah roh0roh murni dan
benda benda wedag.
Yang lebih
menarik adalah ajarannya mengenai persatuan hylomorphis universal di dalam
semua pengada di bawah Allah. Ajaran ini secara tidak langsung ditarik dari
Plotirus dan memperngaruhi satu tradisi Skolastik Kristen. Sebagaimana dari
JIwa Dunia muncil forma forma individual, demikian juga dari Jiwa Dunia muncil material
spiritual, yang hadir di dalam Inteligens dan di dalam jiwa rasonal, dan material
badani. Materia yang tidak dari dirinya sendiri melibatkan kejasadan, merupakan
prisnsip dari pembatasan dan keterbatasan di dalam semua makhluk: maka susunan
hylomorhik lah yang membedakan ciptaan dari Allah, karena di dalam Allah tidak
ada senyawa. Ajaran tentang senyawa hylomorphik universal di dalam makhluk ini
ditekanan oleh St. Bonaventura juga.
Tambahan lagi,
terdapat pluralitas dai tingkat tingkat kesempurnaan, misalnya manusia,
mikrokosmos, mempunyai kesempurnaan raga, kehidupan vegetative, kehidupan sensitive
dan kehidupan intelektual. Setiap pengada ragawi mempunyai forma ragawi, tetapi
masih harus ditentukan lebih lanjut tempat khusunya di dalam horarki pengada.
Penempatan ini terjadi dengan penerimaan forma dari forma forma yang
menentukannya, misalnya benda hidup, binatang, anjing. Ajaran Avicebron benar
benar merupakan asal dari teori Sekolah Agustinian mengenai pluralitas forma,
tetapu harus diingat bahwa ajaran ini
cocok dengan skema filsafat Agustinian, sebab Agustinus sendri telah
menagajrakan bahwa fungsi forma forma lebih rendah ialah untuk mengantar kepada
forma forma lebih tinggi sebagaimana tercerminkan di dalam pengetahuan manusia,
yaitu bahwa kontemplasi mengenai taraf taraf lebih renda harus mengantar jiwa
jiwa ke taraf taraf yang lebih tinggi.
B. Moses Maimonides 1135 – 1204
Di dalam Guide of
the Doubting, Maimonides mencoba memberi dasar rasional teologi di dalam
filsafatnya, yang adalah filsafat Aristoteles. Kita harus pegang teguh apa yang
diberikan kepada kita di dalam persepsi inderawi dan apa yang dinalarkan secara
ketat oleh intelek: Jika pernyataan dalam perjanjian lama jelas jelas
bertentangan dengan apa yang dinalarkan aksi, maka pernyataan itu harus
ditafsirkan secara allegoris. Namun tidak berarti bahwa Maimonides membuang
ajaran teologi bilamana tidak ada kesesuaian dengan ajaran Aristoteles.
Misalnya, teologi mengaharkan penciptaam dunia di dalam waktu dari ketiadaan,
yang berarti bahwa Allah haruslah menciptakn material dan forma, dan bahwa
dunia tidak mungkin abadi. Bila keadaan dunia dapat ditunjukan oleh akal
sedemikian rupa sehingga apa yang bertentangan jelas tidak mungkin, maka kita harus
menginterpretasikan Kitab Suci sesuai dengannya. Tapi kenyataannya ajaran Kitab
Suci begtu jelas dan dasar dasar filosofis untuk membuuktikan kabadian dunia
tidak konklusif; maka kita harus menolak ajaran Aristoteles dalam hal ini.
Mengandalkan
sebagian pada teologi natural Alfarabu dan Avicenna, Maimonedes membuktikan
adanya Allah dnegan macam macam jalan, beragumentasi dari ciptaan Allah sebgai
Penggerak pertama, sebagai Pengada nutlak dan sebagai Sebab pertama. Argumen
ini dia dasarkan pada pernyataan Aristoteles di dalam Physia dan Metaphysica. Tetapi
jika Maimonedes mengantsipasi sebagian besar dari macam-macam bukti St. Thomas,
ia lebih menekankanpada sebutan sebutan positif yang tidak dapat diterapkan
kepada Allah.
Tidak seperti
Avicebron, Maimonedes member tempat kepada prvidensia khusu kepada Allah
berkaitan dengan makhkuk khusus, meskipun ini hanya berlaku bagi manusia,
sejauh menyangkut dunia materil. Intelligens kesepuuluh adalah intelek aktif,
sedangjan intelek intelek pasif dari orang orang individual dan benar akan
hidup kekal. Jadi kehidupan kekal hanya berlaju bagi orang benar. Maimonedes
mepertahankan kebebasan yang memungkinkan orang bisa menjadi benar. Ia menilaj
pengaruh benda benda langit dan angkasa yang seirng dainggap menentukan
tindakan manusia.
III.JAMAN KEEMASAN
ABAD PERTENGAHAN: ABAD XIII
Semua teolog dan filsuf
abad XIII mempunyai huubungan erat
dengan universitas Pairs. Alexander dari Hales, St. Bonaventura, St. Albertus
Agung, St. Thomas Aquinas. Matthew dari Aquasparta, Roger Marston, Richard dari
Middleton, Roger Bacon, Giles dari Roma, Siger dari Brabant, Henry dari Gent,
Raymon Lull, Duns Scotus, atau belajar mengajar atau dua duanya di Paris.
Tetapi ousat pusat
pendidikan lain juga berkembang dan menjadi penting. Misalnya, Unibersitas
Oxford dihubungkan dengan nama nama seperti Robert Grossteste, Roger bacon dan
Duns Scotus. Sementara Paris merupakan kubu pertahanan tradisi
Aristotelianisme, Oxfor ditandai denganc ampuran antara Agustinaian dan
Empiricsm. Namun, meskipun kedudukan Oxford, bologna dan Papal Court cukup
penting, Universitas Paris merupakan pusat terpenting dari pendidikan tinggi di
dunia Kristen pada abad XIII. Para ilmuwan, yang dating ke Paris untuk studi
dan kembali ke Oxford atau Bologna untuk mengajar, membawa kembali semangat dan
cita cita Universitas Paris. Bahkan ilmuwan yang tidak pernah dating ke Paris,
menerima kewibawaan universitas ini.
Sifat international dari universitas paris, dengan
kedudukan pentingnya di dalam ajaran dan pembelan terhadap kristianitas,
membuat tahta suci sangat berminat untuk memperhatikan pelestarian ortodotaksi
religious dikampus ini. Maka pertikaian mengenai averroisme harus disoroti daro
posisi international universitas ini: universitas paris mewakili kebudayaan
intelektual dari abad pertengahan, sejauh berhubungan dengan filsafat dan
teologi. Penyevaran suatu sistem yang tidak dapat didamaikan dengan kristiaritas
tidak bisa didiamkan saja oleh roma. Sebaliknya, tidak tepatlah untuk
menyimpulkan bahwa salah satu tradisi ditetapkan untuk diikuti disini. Memang
benar bahwa St. Thomas mengalami banyak kesulitan karena menerima dan
memperkembangkan Aristotelesme. Tetapi kesulitan-kesulitan seperti itu tidak
berlangsung lama. Bahkan sewakru filsafat Aristoteles mendominasi kehidupan
inteelektual universitas ini, pada abad XIII dan XIV tetaplah memberi ruang
bagi macam-macam pandangan filosofis.
1.
St. Bonaventura 1221 – 1274
St. Bonaventura, Giovanni Fidanza, lahir di bagnorea,
tuscary, pada tahun 1221. Sewaktu kanak-kanank dia sakit, dan melaluli doa
ibunya dengan peantaraan St. Fransiskus Assisi, dia disembuhkan. Maka dia masuk
ordo frensiskan kira-kira tahun 1240. Ia belajar di bawah bimbingan alexander
dari hsles. Rupanya ajaran alexander begitu mempengaruhi Bonaventura, sebab
didalam praelocutio prooemio in secundum librum sententriarum praemissa Bonaventura
menyatakan bahwa mulai dengan buku pertama dari sentenoes ia telah
merangkul pendapat umum para gurunya, terutama pendapat-pendapat “guru dan bapa
kita saudara alexander yang telah tiada”. Jelaslah bahwa Bonaventura relah
dirasuki oleh tradisi fransiskan, i.e. agustian dan oa bermaksud merusaknya.
A.
Eksistansi Allah
St. Bonaventura, seperti St. Agustin, pada dasarnya
tertarik pada hubungan jiwa Allah. Minat dasar ini mempunyai pengaruh atas
pengolahannya mengenai bukti-bukti adanya Allah. Ia terutama bermaksud untuj
menunjukan bukti-bukti sebagai tahap-tahap bagi perjalananan naik jiwa menuju
Allah. Perlu disadari bahwa Allah yang akan dibuktikan bukanlah melulu suatu
prinsip abstarak dari penegtahuan, tetapi Allah dari kesadaran Kristen, Allah
kepada siapapun manusia berdosa.
Maka Bonaventura lebih menekankan bukti-bukti dari dalam
daripada bukti-bukti dari luar, yaitu bukti-bukti dari dunia materiil. Memang
Bonaventura juga membuktikan adanya Allah berdasar dunia inderawi, dan ia
menunjukkan bagaimana penegtahuan mengenai pengada-pengada yang terbatas, tidak
smepurna, komposit, bergerak dan kontingan, manusia dapat mencapai pengertian
mengenai Pengada yang tek terbatas, sempurna, tunggal, tidak berubah dan
niscaya.
Bonaventura tidak pernah menyangkal sedikit pun bahwa
eksistansi Allah dapat dinuktikan dari ciptaan: sebaliknya ia menegaskannya. Di
dalam komentarnya mengenai sentoces ia menyatakan bahwa Allah daoat diketahui
melalui ciptaan sebagai penyebab melalui akibat. Cara berfikir demikian,
menurut Bonaventura, adalah umum bagi manusia sejauh bagi kita benda-benda
merupakan sarana kita untuk sampai kepada pengetahuanmengenai “intelligibilia”,
yaitu objek-objek yang mengatasi indera.
Di dalam In Haxaemaron, Bonaventura berargumentasi bahwa
bila ada pengada yang dihasilkan, pasri ada pengada pertama, sebab hatus ada
suatu sebab: jika ada pengada ab alio, harus ada pengada a se; bila ada pengada
komposit, harus ada pengada simpleks; bila ada pengada yang dapat berubah,
harus ada pengada yang tak berubah.
Mirip dengan itu adalah suatu seri bukti-bukti, di dalam de
mysterio trintitas, untuk menunjukkan bagaimana penciptaan dengan jelas
menyatakan eksistansi Allah. Misalnya, bila ada en sab alio, pasti ada ens on
ab alio, karena tidak ada suatu pun yang dapat memnindahkan dirinya dari
keadaan tidak ada dan ada, dan akhirnya harus ada suatu pengada pertama yang
ada dari dirinya sendiri. Lagi, bila ada ens possibile, pengada yang dapat ada
dan dapat tidak adam harusnya ada ens necessarium, pengada uang tidak mungkin
tidak ada, sebab hal ini penting untuk menjelaskan munculnya pengada yang hanya
mungkin menjadi benar-benar ada; dan bila ada ens in poteria, harus ada ens in
actu, sebab tidak ada potensi yang dapat direduksi ke aktus kecuali melalui
tindakan dari apa yang sudah di dalam aktus; ahirnya harus ada aotua purus,
suatu pengada yang merupakan aktus murni, anpa potentialitas apapun, yaitu
Allah. Juga bila ada ens mutabile, harus ada ens im mutabila sebab, sebagaimana
telah dibuktian oleh aristoteles, gerakan mempunya, sebabgai perinsipnya,
pengada yang tak tergerakkan, dan berada demi pengada yang tak tergerakan, yang
merupakan sbeab finalnya.
Untuk menunjukan bahwa kesaksian-kesaksian benda ciptaan
akan adanya Allah berfungsi sebagai saran bagi jiwa untuk naik kepada
Allah,Bonaventura menekankan bahwa dunia inderawi merupakan cermin Allah dan
pengetahuan inderawi atau pengetahuan yang diperoleh melalui indera dan
refeleksi akan objek-objek inderawi merupakan langkah pertama di dalam
tahap-tahap perjalanan jiwa. Tambahan lagi di dalam artikel dari De Mysterio
Trinitatis,dia menekankan bahwa eksistensi Allah merupakan kebeneran mutlak
yang telah ditanamkan di dalam budi manusia.
Bonaventuro menjelaskan bahwa kebeneran mutlak ini
merupakan kesadaran yang samar-samar,merupakan pengetahuan implisit yang sama
sekali tidak dapat di sangkal dan bisa menjadi eksplisit serta jelas melalui
refleksi batin saja,,meskipun kadang-kadang membutuhkan bantuan dengan refleksi
atas dunia inderawi.Pengetahuan implisit ini, misalnya terlukis didalam
keinginan kodrati manusia akan kebahagiaan.Tetapi kebahagiaan terletak di dalam
pemilihan kebaikan tertinggi, yaitu Allah.Maka setiap manusia menginginkan
Allah.Tetapi tidak ada keinginan tanpa pengetahuan sedikitpun.
(Opini saya terhadap tulisan tersebut adalah bahwa hal hal yang dituliskan di atas menarik. Meskipun ada banyak hal yang belum saya pahami betul artinya. Dengan begitu saya harap bapak bisa menjelaskannya lebih jauh di kelas)
penulisan sudah rapi dan jelas, dan baik dengan penggunaan opini diakhir artikel.
ReplyDeletenilai 80 :)
Sudah sangat bagus dan sangat menarik.
ReplyDeleteNilai : 85
Artikelnya menjelaskan bagai mana tentang agama tuhan atau Allah, keberadannya. Sedikit membingungkan tapi artikelnya sudah cukup baik namun masih banyak yang membingungkan. Nilai 82;)
ReplyDeleteSamira (smrananda.blogspot.com)
Artikelnya baik, menarik dan memberikan pandangan yang mudah untuk dicerna. Menurut saya materi yang dijelaskan sudah cukup lengkap. Namun, ada baiknya jika dilengkapi dengan gambar-gambar atau tautan referensi sebagai tambahan agar memudahkan pemahaman. Ditambahkan lagi dengan beberapa teori-teori terdahulu sehingga ada kejelasan fakta mengapa masalah yang dianalisis ini bisa terjadi. Nilai 85
ReplyDeleteUlasannya overall sudah bagus dan menarik, tetapi akan lebih baik jika di ringkas lagi. :) Nilai : 85
ReplyDelete